BANDA ACEH – Bencana banjir bandang yang melanda Aceh sejak akhir November 2025 telah memasuki babak baru: transisi dari tanggap darurat menuju pemulihan infrastruktur vital. Dengan status darurat diperpanjang hingga 25 Desember 2025, fokus utama kini beralih pada perbaikan konektivitas dan penyediaan listrik yang terputus total.
Dampak Kerusakan Terparah: Aceh Tamiang dan Jaringan Listrik Lumpuh
Data terbaru mencatat hampir dua juta jiwa terdampak banjir ekstrem ini, dengan ratusan ribu di antaranya harus mengungsi. Kabupaten seperti Aceh Tamiang, Pidie Jaya, dan Aceh Utara menanggung beban terberat, di mana banyak rumah hanyut dan terendam lumpur tebal.
Namun, kendala terbesar adalah terputusnya aliran listrik di sebagian besar wilayah. Kerusakan ini bukan disebabkan oleh tiang listrik biasa, melainkan robohnya **lima tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Langsa–Pangkalan Brandan**.
"Perbaikan SUTT adalah kunci hidup mati pemulihan Aceh. Tanpa listrik dari sistem Sumatra, distribusi logistik, operasional rumah sakit, hingga komunikasi akan lumpuh. PLN telah mengerahkan lebih dari seribu personel dan menargetkan pemulihan sesegera mungkin," ujar perwakilan Pemerintah Aceh.
Upaya Akselerasi: Gajah dan Jembatan Darurat
Di tengah tantangan medan yang sulit, berbagai upaya non-konvensional dikerahkan untuk mempercepat pemulihan:
- Pemulihan Akses: Kementerian PU sedang intensif memperbaiki ruas jalan yang terputus. Di Aceh Singkil, pemasangan jembatan darurat tipe bailey diutamakan untuk memastikan jalur logistik utama kembali terbuka.
- Bantuan Unik: BKSDA Aceh melibatkan empat ekor gajah terlatih di Pidie Jaya untuk menjangkau lokasi pengungsian dan area terdampak yang sulit diakses kendaraan berat.
Ancaman Baru: Krisis Kesehatan dan Hunian
Seiring surutnya air, ancaman baru muncul. Di posko pengungsian Aceh Tamiang, dilaporkan adanya peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan dan penyakit kulit akibat buruknya sanitasi dan minimnya pasokan air bersih yang layak.
Pemerintah daerah saat ini tengah menyusun rencana darurat pembangunan hunian sementara untuk ribuan warga yang kehilangan tempat tinggal, sebagai langkah awal sebelum memasuki fase rekonstruksi yang diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan hingga tahunan.